5 Jawaban ala Jogja Saat Ditanya Kapan Nikah

5 Jawaban ala Jogja Saat Ditanya Kapan Nikah – Momen kumpul-kumpul bersama keluarga dan orang terdekat sering berujung bad mood. Salah satu sebabnya, ada pertanyaan yang seharusnya masuk kotak pandora. Contohnya pertanyaan kapan menikah yang sering ditanyakan keluarga atau teman saat kumpul-kumpul.

Banyak jawaban untuk pertanyaan tersebut.Misalnya dengan jawaban ala Jogja berikut ini.

1. Matamu

Kata pisuhan di Jogja merupakan tanda keakraban. Salah satu tanda orang di Jogja sudah berkawan akrab ketika saling pisuh sambil ketawa-tawa gojeg. Nah jawab saja pakai gaya ini. Ketika ditanya kapan nikah oleh teman-teman di kampung waktu mudik, misalnya, jawab saja, “Matamu/Suog, Nikah og piye, bahagiakan orang tua saja belum,hahahaha”. Ingat, ‘hahahaha ini merupakan bagian yang penting.

Baca juga : 7 Penyebab Perceraian

2. Memayu Hayuning Bawono

Secara sederhana Memayu Hayuning Bawono itu memperindah indahnya dunia. Kira-kira jawablah seperti ini: “Walah nikah..nikah.. Memayu Hayuning Bawono wae. Lingkungan enggak lagi indah. Banyak sawah hijau digeser sama hotel, malah mikir nikah dulu. Egois itu namanya”.

Nah jawab begitu saja kalau ditanya keluarga atau teman. Menjawabnya dengan istilah Memayu Hayuning Bawono ini cukup ampuh buat mengalihkan perhatian. Sebab si penanya bakal teralih oleh istilah itu dan menanyakan apa artinya. Jadi lupa deh sama pertanyaan kapan nikah.

3. Ngangkring Wae Yo Bung

Jogja terkenal dengan angkringannya. Saking banyaknya anak muda yang diskusi atau ngobrol ngalur ngidul, angkringan jadi perumpaan untuk melakukan aktivitas tersebut. “Ngangkring yo,” adalah sebuah ajakan untuk ngobrol di angkringan (sekarang sudah mulai terganti “Ngopi” yo seiring banyaknya warung kopi (warkop) di Jogja.

Nah, ajakan ini juga bisa dijadikan jawaban. Contohnya seperti ini: “Halah ngangkring wae yo, ngapa mikirke nikah kapan. Ceta anget te neng angkringan (ngangkring aja yuk, daripada memikirkan nikah. Lebih jelas hangatnya di angkringan).

4. Urip Iku Urup

Falsafah yang satu ini sering terdengar di acara-acara Kraton. Secara sederhana dapat diartikan bahwa hendaknya hidup memberi manfaat yang baik bagi orang banyak. Tapi, sekecil apapun manfaat yang diberikan, jangan sampai meresahkan masyarakat.

Ketika ditanya kapan nikah waktu kumpul-kumpul, jawab saja dengan falsafah ini. “Urip Iku Urup Bung, hidup itu harus memberikan manfaat bagi orang banyak. Hidupku belum memberi manfaat bagi orang banyak. Kalau aku nikah, memang memberikan manfaat bagi segelintir orang, tapi bagaimana sama mantan-mantan yang masih sayang? Sama saja menyakiti mereka kan”. Hehehehe

5. Gudeg

“Nikahnya nanti-nanti saja. Aku iki ibarat gudeg, tetep enak meski dimakan nanti-nanti”

Kenapa? Salah satu simbol Jogja adalah gudeg. Keunggulan gudeg adalah tidak gampang basi. Diduga, hal ini membuat Gudeg menjadi makanan perang. Sejak Pangeran Diponegoro ketika bergerilya dan membangun tempat persembunyian di Goa Selarong hingga Agresi Militer Belanda.

Related posts